PESAN WAISAK 2555/2011
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammàsambuddhassa
Santam tassa manam hoti, Santà vàcà ca kamma ca
Sammadaññà vimuttassa, Upasantassa tàdino
Kedamaian adalah pikiran, ucapan, dan perilaku orang yang
sepenuhnya tenang dan tercerahkan oleh pengetahuan Kebenaran.
(Dhammapada 96)
Hari Raya Waisak mengingatkan kita pada tiga peristiwa agung yang terjadi dalam kehidupan Buddha Gotama, yaitu kelahiran, pencerahan sempurna, dan kemangkatan beliau. Kelahiran Siddhartha, calon Buddha, pada hari purnama sidi bulan Waisak tahun 623 s.M., di Taman Lumbini, Nepal. Pencerahan Sempurna Buddha pada hari purnama sidi bulan Waisak tahun 588 s.M. di bawah Pohon Bodhi, Bodhgaya, India. Sedangkan kemangkatan Buddha pada hari purnama sidi bulan Waisak tahun 543 s.M. di Kushinara, India. Tiga peristiwa itu mengandung nilai-nilai keutamaan kebenaran Dhamma yang amat dihormati dan diyakini umat Buddha. Nilai pengorbanan hidup, nilai kebijaksanaan hidup, dan nilai kesempurnaan hidup, yang semuanya telah dilakukan dan diajarkan Guru Agung Buddha. Karena itu puja bakti Waisak sesungguhnya memuliakan Guru Agung Buddha yang telah hadir di tengah-tengah dunia ini untuk membabarkan Kebenaran.
Keberadaan kebenaran Dhamma dewasa ini bersamaan dengan perkembangan dunia yang terus mengalami perubahan. Perkembangan dunia memiliki dampak positif bagi kehidupan manusia, seperti halnya kemajuan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi perkembangan dunia juga memiliki dampak negatif terhadap perangai sikap dan tindak tanduk manusia. Pandangan picik, penyalahgunaan kekuasaan, dan kehausan nafsu merajalela dimana-mana. Apalagi bila hal tersebut mendapat dukungan dari kelompok masyarakat tertentu yang tidak-tahu bahwa hal-hal itu bukannya benar-benar membahagiakan hidup tetapi akan menimbulkan kemerosotan peradaban dan kekacauan ataupun kesengsaraan hidup di kelak kemudian hari. Memang tidak mudah merubah pengertian kelompok masyarakat tertentu yang semula tidak-tahu menjadi tahu, diperlukan pemahaman bahwa pandangan picik, penyalahgunaan kekuasaan, dan kehausan nafsu akan menimbulkan berbagai konflik di tengah-tengah masyarakat. Konflik pribadi, konflik sosial, bahkan konflik dengan lingkungan hidup mudah terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Konflik pribadi antara niat baik dan keinginan buruk mudah terkondisikan, konflik sosial terjadi diantara individu, keluarga, kelompok masyarakat yang saling bertikai, sedangkan konflik lingkungan hidup terjadi antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Semua konflik itu menimbulkan penderitaan, baik derita individu, derita masyarakat, maupun derita lingkungan hidup. Kerusakan kualitas diri, kerusakan kualitas masyarakat, dan kerusakan keadaan lingkungan hidup pun terjadi.
Konflik yang terjadi itu bukannya tidak dapat diatasi, tetapi konflik dapat diatasi apabila manusia memiliki kedamaian dalam hidupnya. Sedangkan kedamaian membutuhkan kondisi-kondisi yang menyebabkannya terjadi. Tekad teguh untuk menghayati kebenaran Dhamma akan mengondisikan timbulnya penyelesaian konflik. Tekad teguh tersebut dapat ditegakkan apabila hidup kita mempunyai orientasi yang jelas dan diyakini, tidak lain adalah bagaimana agar kedamaian dapat terjadi dalam hidup ini.
Kedamaian Cahaya Kebenaran, demikian tema Peringatan Hari Raya Waisak 2555/2011 Saïgha Theravàda Indonesia. Kedamaian dan kebahagiaan dalam ajaran Buddha memiliki kesamaan makna, manusia tidak akan bahagia apabila tidak menemukan kedamaian, demikian pula tidak ada kedamaian tanpa kebahagiaan. Buddha mengatakan tidak ada kebahagiaan yang lebih tinggi daripada kedamaian. Kebenaran Dhamma yang telah diajarkan oleh Guru Agung Buddha mempunyai cahaya terang yang berupa kedamaian hidup. Umat Buddha perlu mengetahui, menghayati, dan menyebarluaskan cahaya terang kebenaran itu, agar dapat menimbulkan kedamaian dalam hidup ini.
Guru Agung Buddha mengatakan bahwa kedamaian hidup dapat terjadi apabila manusia memperhatikan dan melaksanakan enam petuah beliau yang terdapat dalam khotbah tentang hal-hal yang membuat saling dikenang, saling dicintai, saling dihormati:
1. Perilaku yang disertai cinta-kasih
2. Perkataan yang disertai cinta-kasih
3. Pikiran yang disertai cinta-kasih
Cinta-kasih adalah dasar perilaku, perkataan, dan pikiran seseorang ketika berada di tengah-tengah masyarakat, Cinta-kasih adalah persaudaraan, sebuah sikap saling menghidupi antar sesama manusia. Tatkala manusia memiliki sikap saling bersaudara, maka mereka akan saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
4. Kepedulian sosial
Kepedulian sosial merupakan sikap saling bersimpati dan saling tulus berkorban bagi sesama manusia. Kepedulian sosial membutuhkan konsepsi pikiran kebersamaan hidup dalam masyarakat. Gotong-royong merupakan kata yang tepat bagi kepedulian sosial yang dapat menyelesaikan persoalan hidup meskipun berat akan terasa ringan apabila ditangani bersama.
5. Kesusilaan sosial
Kesusilaan sosial mengharapkan agar norma-norma moral sosial dapat dijaga dan diperlihara secara bersama, sebab norma-norma moral sosial ini adalah benteng pertahanan bagi upaya-upaya penghancuran tatanan sosial. Ajaran Buddha tidak mengenal pembagian strata sosial karena kelahiran seseorang, tetapi mengajarkan persamaan kedudukan sosial dan yang membedakan masing-masing orang adalah perbuatannya. Bukan karena kelahiran seseorang memiliki status mulia, bukan pula karena kelahiran seseorang mempunyai status sampah masyarakat, tetapi karena perbuatanlah seseorang menjadi mulia, dan karena perbuatan pula seseorang menjadi sampah masyarakat.
6. Pandangan sosial
Pandangan sosial mengharapkan agar masyarakat mempunyai pandangan yang luas terbuka mampu memahami perubahan disertai dampak positif maupun negatif nya. Pengaruh kemajuan budaya global hendaknya dibarengi dengan peningkatan pertahanan budaya lokal yang masih diperlukan bagi kebersamaan. Pandangan luas itu membutuhkan pengertian bersama ditengah perbedaan-perbedaan yang ada untuk memajukan hidup bersama, bahkan turut berperan serta dalam memajukan dunia ini. Perdamaian dunia dapat terjadi apabila ada perdamaian antar pandangan-pandangan sosial warga dunia ini.
Penerapan enam petuah Guru Agung Buddha dapat dijadikan cara untuk mengatasi timbulnya penyebab konflik yaitu pandangan picik, penyalahgunaan kekuasaan, dan kehausan nafsu, sehingga kedamaian muncul berkembang baik terjadi dalam hidup pribadi, hidup sosial, maupun lingkungan hidup kita.
Selamat Hari Raya Waisak 2555/2011, semoga umat Buddha sekalian dapat memiliki pikiran, ucapan, dan perilaku damai sebagai ujud nyata cahaya kebenaran.
Semoga Tuhan Yang Mahaesa, Tiratana, selalu melindungi.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia
Kota Mungkid, 17 Mei 2011
SANGHA THERAVĀDA INDONESIA
ttd.
Bhikkhu Jotidhammo, Mahàthera
Ketua Umum / Sanghanàyaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar